Knowledge. Respect. Sharing . Support
Komuniti Ruqyah Syar'iyyah Singapura
  • Laman Utama/Home
  • Profil Saya / My Profile
  • Sejarah KRSS
  • Hukum Ruqyah sebagai Profesi
  • Definasi Sihir & Gangguan / Definition Of Sorcery & Disturbance
  • Tanda dan Simptom yg diperlukan Ruqyah / Signs and symptom required to be Ruqyah
  • Kursus/Courses/Events
  • Rawatan / Treatment
  • Senarai Perawat Perawat KRSS
  • Galeri Foto Perawat KRSS
  • Galeri Kuliah Rawatan Ruqyah / Ruqyah Healing Classes
  • Galeri Aktiviti/Activity Gallery
  • Berdialog Dengan Jin / Dialog With The Jinn
  • Bahan Untuk Rawatan / Product Use For Treatment
  • Doa / Supplications
  • Bahan Syirik/Shirk Items
  • Berita Dunia / World News
  • Berita Ruqyah / Ruqyah News
  • Muhasabah Diri / Reflect Yourself
  • Multimedia / Video
  • Nota Rawatan
  • Ulasan Buku / Books Review
  • Soal Jawab / Question & Answer
  • Lain perkhidmatan/Other Services

Hukum Ruqyah sebagai Profesi/Pekerjaan

Picture
Sheikh Shalih Al fauzan pernah ditanya, "Apa pendapat  Syaikh tentang  orang yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?." 

Beliau  menjawab, "Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu  fitnah, membuka  pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini  bukanlah perbuatan  As-Salafush Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk  tempat praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan  menimbulkan kejahatan,  kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya  orang yang tidak baik.  Karena manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin  menarik hati manusia  kepada mereka, kendati dengan melakukan hal yang  diharamkan. Dan tidak boleh  dikatakan,"Ini adalah orang shalih." Karena manusia  mendapat fitnah, semoga  allah memberi perlindungan. Walaupun dia orang shalih maka membuka pintu ini  tetap tidak boleh." 

Banyak manusia  berkenyakinan tentang kekhususan  tertentu yang dimiliki oleh orang yang telah melakukan ruqyah (raaqi), sehingga  mereka mempunyai anggapan (bersikap ghuluw/berlebihan) terhadap raaqi tentang  apa-apa yang dibaca ketika sedang meruqyah. Aslinya dalam syariat Islam adalah  saddu dzari`ah (mencegah bahaya) karena pekerjaan ruqyah ini kadang-kadang  membuka pintu kejahatan dan kesesatan bagi ahli Islam. Cara-cara seperti ini  (mengambil ruqyah sebagai profesi) tidak pernah ada (dasarnya) dari Nabi saw.  dan tidak pula dikerjakan oleh satupun dari sahabatnya, serta tidak pernah  dikerjakan salah seorang dari ahli ilmu dan ahli kemuliaan, walaupun mereka ada  keperluan. Pada dasarnya kita harus mengikuti dan mencontoh mereka (Nabi, para  sahabatnya, ahli ilmu, dan ahli kemuliaan).

Pada dasarnya bila  seseorang menjadikan ruqyah sebagai profesi, ia akan disibukkan oleh urusan ini  dan meninggalkan urusan-urusannya yang lain. Terkecuali bila seseorang tadi  mempunyai pekerjaan dan tidak  menjadikan ruqyah sebagai profesinya serta tidak  membuka praktek, maka hal itu boleh-boleh saja. Dan dia hanya melanyani  masyarakat yang membutuhkan bantuannya untuk diruqyah karena diganggu setan. Dia  niatkan ruqyahnya untuk tolong menolong dalam kebaikan, amar ma`ruf nahi munkar,  memerangi setan dan jin yang mengganggu manusia dan mengharapkan ridha Allah  semata. Dia tidak mengharapkan upah dari manusia dan tidak menetapkan tarif  besar kecilnya dari manusia. Bila di tengah-tengah ia meruqyah ada yang ikut  (maksudnya adalah diberi upah), maka bila ia memerlukan boleh diambil. Dan bila  ia tidak memerlukannya karena sudah merasa cukup, maka boleh tidak diambil  sebagai sikap zuhud pada apa yang ada ditangan manusia. Karena pada dasarnya ia  hanya mengharapkan ridha Allah dan wajah-Nya serta menolong manusia yang  membutuhkan  bantuannya. Melakukan ruqyah dengan niat seperti ini adalah  dibolehkan dan disyariatkan .Adapun bila ia melakukan ruqyah hanya dipakai  sebagai profesi saja, membuka praktek, dan memasang tarif yang tinggi serta  tidak ada unsur untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongannya. Maka  meruqyah dengan niat seperti ini, jelas bertentangan dengan syariat. Wallahu  A`lam Bish Shawab.

(Lembaga Mudzakarah Al Irsyad Al Islamiyyah).

SUMBER  BACAAN LAINNYA:

1. Zadul Ma`ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah.

2. Fathul  Majid Syarah Kitab Tauhid Syekh Muhammad bin Abdul Wahab.

3. Al Qaul Mufid  Fi Kitabut Tauhid, Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

4. Syarah Kitab  Aqidah At Thawiyyah, Imam Abil Izz

5. Fatwa-fatwa terkini, Imam Baladul  Haram.

6. Aqidah Mukmin, Syaikh Abu Bakar Al Jazaairi.
 
7. Minhaj Al-Syar`i Fi `Ilaaji Al Massi Wa Al Shura`i.

8. Fataawa Lajnah Daaimah.

9. Alam Jin dan Manusia, Ustadz Abu Umar Abdillah.

10. Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar.

11. Shahih Muslim Syarah Imam Nawawi.

12. Idhaahu Ad Dalaalah Fii `Umuumi Al risalah.

HUKUM MENGAMBIL UPAH DARI MERUQYAH

Picture

Perlu diketahui, bahwa bacaan  ruqyah tidak akan berguna terhadaap orang yang sakit kecuali dengan beberapa  syarat :

a. Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih,  istiqamah dalam melaksanakan yang wajib, sunah, menghindari yang haram dan  syubhat.

b. Tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri  dari mengambil upah yang lebih dari keperluannya. Maka semua itu lebih mendukung kemujaraban ruqyahnya.

c. Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan dalam  syariat.

d. Orang yang sakit adalah orang yang sholeh ,baik , istiqamah  dalam beragama dan jauh dari
    yang diharamkan.

e. Orang yang sakit menyakini  bahwa Al Quran adalah pernawar ,rahmat dan obat yang berguna.

Seharusnya Seorang raaqi/ yang meruqyah (berniat) berbuat baik dengan  ruqyahnya untuk manfaat kaum muslimin dan mengharapkan pahala dari Allah  dalam  mngobati umat islam yang sakit, mennhilangkan bahaya dari mereka, dan tidak  mengharapkan upah atas ruqyahnya. Teatpi ia menyerahkan perkaranya pada pasien. Jika mereka memberikan kepadaya melebihi jerih payahnya, ia mesti bersikap zuhud  dan mengembalikannya. Jika upahnya kurang dari haknya, ia mesti membiarkan  kekurangannya. Syekh Abdullah Al Jibrin berkata, " Tidak ada halangan  mengambil upah atas ruqyah syar`iyyah dengan syarat kesembuhan dari sakit." Dalinya adalah hadits riwayat Abu Sa`id , bahwasannya teman mereka meruqyah  pemimpin suku tersebut setelah ada kesepakatan antara mereka atas upah sekelompok kambing, lalu mereka pun menepatinya. Nabi bersabda:


"Bagilah dan tentukanlah satu bagian untukku bersama kalian." 

Hadis.Riwayat Bukhari Muslim

" Sesungguhnya upah yang paling pantas kamu ambil adalah  kitabullah (Alquran)."


Hadis Riwayat Bukhari

Beliau menetapkan kepada  mereka penentuan syarat dan mereka pun memberikan bagian untuk beliau sebagai tanda kebolehannya, namun dengan syarat ia melakukan ruqyah syar`iyyah. Jika bukan ruqyah syar`iyyah maka tidak boleh. dan tidak disyariatkan melainkan setelah selamat dari sakit ( setelah sembuh ) dan hilangnya penyakit. Dan yang utama dalam membaca ruqyah adalah tidak memberi syarat, dan melakukan ruqyah untuk manfaat orang-orang beriman serta menghilangkan bahaya dan sakit. Dan jika  memberikan syarat maka janganlah memberikan syarat yang ketat, namun  sekadar  keperluan mendesak.

Hadits Abu Sa`id Al Khudry tersebut adalah menunjukkan bolehnya ruqyah dan mengambil upah atasnya. Syaikh Abdullah Al   Jibrin juga mengatakan, " Kami katakan bahwa sesungguhnya dokter yang mengobati,  apabila mensyaratkan upah tertentu , maka harus disyaratkan sembuh dan selamat  dari sakit yang ditanganinya, kecuali apabila mereka sepakat untuk memberikan  senilai biaya pengobatan dan obat-oabatan. Adapun jimat semacam ini, pada  dasarnya adalah ruqyah, maksudnya membacakan atas pasien serta meludah disertai  sedikit air liur. Demikian pula penulisan ayat-ayat di kertas dan seumpamanya  dengan air za`faran, boleh mengambil upah atas yang demikian sebagai imbalan  obat-obatan. Dan seperti ini air bersih dan minyak. Apabila dibacakan ayat-ayat  Al Quran padanya, maka boleh baginya mengambil nilai biasanya, tanpa  berlebih-lebihan dalam penetapan tarif yang tidak sebanding. 



Proudly powered by Weebly